Sejarah
Tari Topeng Cirebon
Indonesia sudah terkenal dengan kebudayaan yang beraneka
ragam yang ada di seluruh propinsi yang ada. Salah satu kebudayaan itu adalah
seni tari. Seni tari setiap daerah mempunyai ciri khas yang berbeda dengan
daerah lainnya. Salah satunya adalah tari topeng Cirebonan.
Sebagai salah satu tarian yang termahsyur di Jawa Barat,
kesenian Tari Topeng Cirebon rasanya tak bisa dilepaskan dari karakter kuat
yang melekat pada kesenian ini. Tari Topeng Cirebon merupakan sebuah gambaran budaya
yang luhur, filsafat kehidupan yang menggambarkan sisi lain dari diri setiap
manusia. Metamorfosis manusia dari waktu ke waktu untuk menemukan jati dirinya
yang sebenarnya. Tari Topeng yang pada asalanya sering dipentaskan di
lingkungan keraton dan keudian mulai menyebar ke dalam lapisan masyarakat biasa
(non keraton) kini keberadaannya mulai
sulit untuk dilihat. Tari Topeng kini hanya ditampilkan di beberapa kesempatan
saja, di Cirebon sendiri beberapa kali saya melihat acara pernikahan yang
menampilkan Tari Topeng sebagai pembuka seremonialnya, sisanya sulit rasanya
melihat penampilan Tari Topeng, alasannya? Itu masih menjadi pertanyaan.
Menurut pendapat salah seorang seniman dari ujung
gebang-Susukan-Cirebon, Marsita, kata topeng berasal dari kata” Taweng” yang
berarti tertutup atau menutupi. Sedangkan menurut pendapat umum, istilah kata
topeng mengandung pengertian sebagai penutup muka / kedok. Berdasarkan asal
katanya tersebut, maka tari topeng pada dasarnya merupakan seni tari
tradisional masyarakat Cirebon yang secara spesifik menonjolkan penggunaan
penutup muka berupa topeng atau kedok oleh para penari pada waktu
pementasannya. Seperti yang telah diutarakan diatas, bahwa unsur-unsur yang
terdapat dalam seni tari topeng Cirebon mempunyai arti simbolik dan penuh
pesan- pesan terselubung, baik dari jumlah kedok, warna kedok, jumlah gamelan
pengiring dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan upaya para Wali dalam
menyebarkan agama Islam dengan menggunakann kesenian Tari Topeng setelah media
dakwah kurang mendapat respon dari masyarakat.
Tari Topeg Cirebonan ternyata salah satu seni yang berisi
hiburan juga mengandung simbol-simbol yang melambangkan berbagai aspek
kehidupan seperti nilai kepemimpinan, kebijaksanaan, cinta bahkan angkara murka
serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak
dewasa. Dalam hubungan ini maka seni Tari Topeng ini dapat digunakan sebagai
media komunikasi yang sangat positif sekali.
Sebenarnya Tari Topeng ini sudah ada jauh sejak abad 10-11M
yaitu pada masa pemerintahan Raja Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji
Dewa. Melalui seniman jalanan Seni Tari Topeng ini masuk ke Cirebon dan
mengalami akulturasi dengan kebudayaan setempat.
Pada masa Kerajaan Majapahit dimana Cirebon sebagai pusat penyebaran
agama islam, Sunan Gunung Jati bekerja sama dengan Sunan Kalijaga menggunakn
Tari Topeng ini sebagai salah satu upaya untuk menyebarkan agama islam dan
sebagai hiburan di lingkungan Keraton.
Tari topeng cirebon sendiri dapat digolongkan ke dalam
lima karakter pokok topeng yang berbeda yaitu :
Topeng Panji. Digambarkan sebagai sosok
manusia yang baru lahir, penuh dengan kesucian, gerakannya halus dan lembut.
Tarian ini bagi beberapa pengamat tarian merupakan gabungan dari hakiki gerak
dan hakiki diam dalam sebuah filosofi tarian.
Topeng Samba,
menggambarkan fase ketika manusia mulai memasuki dunia kanak-kanak, digambarkan
dengan gerakan yang luwes, lincah dan lucu.
Topeng Rumyang
merupakan gambaran dari fase kehidupan remaja pada masa akhil balig
Topeng
Tumenggung, gambaran dari kedewasaan seorang manusia, penuh dengan
kebijaksanaan layaknya sosok prajurit yang tegas, penuh dedikasi, dan loyalitas
seperti pahlawan
Topeng Kelana/Rahwana merupakan visualisasi dari
watak manusia yang serakah, penuh amarah, dan ambisi. Sifat inilah yang
merupakan sisi lain dari diri manusia, sisi “gelap” yang pasti ada dalam diri
manusia. Gerakan topeng Kelana begitu tegas, penuh dengan ambisi layaknya sosok
raja yang haus ambisi duniawi.
Kelima karakter tari topeng Cirebon bila dikaitkan dengan
pendekatan ajaran agama Islam dapat dijelaskan sebagai berikut
Topeng Panji
merupakan akronim dari kata MAPAN ning kang SIJI, artinya tetap kepada satu
yang Esa atau dengan kata lain Tiada Tuhan selain Allah SWT.
Topeng Samba
Berasal dari kata SAMBANG atau SABAN yang artinya setiap. Maknanya bahwa setiap
waktu kita diwajibkan mengerjakan segala Perintah- NYA.
Topeng Rumyang.
Berasal dari kata Arum / Harum dan Yang / Hyang (Tuhan). Maknanya bahwa kita
senantiasa mengharumkan nama Tuhan yaitu dengan Do’a dan dzikir
Topeng Temenggung.
Memberikan kebaikan kapada sesama manusia, saling menghormati dan senantiasa
mengembangkan silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh
Topeng Klana.
Kelana artinya Kembara atau Mencari. Bahwa dalam hidup ini kita wajib
berikhtiar.
SEJARAH TARI
TOPENG
Menurut cerita
rakyat yang berkembang Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup
terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon,
terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat
sakti karena memiliki pedang yang diberi nama Curug Sewu. Melihat kesaktian
sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun
telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan
Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara
diplomasi kesenian.
Berawal dari
keputusan itulah kemudian terbentuk kelompok tari, dengan Nyi Mas Gandasari
sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal, akhirnya Pangeran Welang
jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan pedang Curug Sewu itu sebagai
pertanda cintanya. Bersamaan dengan penyerahan pedang itulah, akhirnya Pangeran
Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung Jati.
Pangeran itupun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang
ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang menjadi Pangeran Graksan.
Seiring dengan berjalannya waktu, tarian inipun kemudian lebih dikenal dengan
nama Tari Topeng dan masih berkembang hingga sekarang. Selain sebagai media
hiburan, tarian ini juga pernah dijadikan sebagai media komunikasi dakwah Islam
di Cirebon pada zaman dulu
Topeng
Kelana/Rahwana merupakan visualisasi dari watak manusia yang serakah,
penuh amarah, dan ambisi. Sifat inilah yang merupakan sisi lain dari diri
manusia, sisi “gelap” yang pasti ada dalam diri manusia. Gerakan topeng Kelana
begitu tegas, penuh dengan ambisi layaknya sosok raja yang haus ambisi duniawi.
Kelima karakter
tari topeng Cirebon bila dikaitkan dengan pendekatan ajaran agama Islam dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Topeng Panji merupakan akronim dari kata
MAPAN ning kang SIJI, artinya tetap kepada satu yang Esa atau dengan kata lain
Tiada Tuhan selain Allah SWT.
Topeng Samba Berasal dari kata SAMBANG atau
SABAN yang artinya setiap. Maknanya bahwa setiap waktu kita diwajibkan
mengerjakan segala Perintah- NYA.
Topeng Rumyang. Berasal dari kata Arum /
Harum dan Yang / Hyang (Tuhan). Maknanya bahwa kita senantiasa mengharumkan
nama Tuhan yaitu dengan Do’a dan dzikir
Topeng Temenggung. Memberikan kebaikan
kapada sesama manusia, saling menghormati dan senantiasa mengembangkan silih
Asah, Silih Asih dan Silih Asuh
Topeng Klana. Kelana artinya Kembara atau
Mencari. Bahwa dalam hidup ini kita wajib berikhtiar.
A. Tari Topeng Cirebon
Tari topeng adalah salah satu tarian
tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika
beraksi sang penari memakai topeng. Konon jauh sebelum Tari Topeng masuk
Cirebon, telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke 10-16 masehi di Jawa Timur.
Pada masa pemerintahan Raja Jenggala, yakni Prabu Amiluhur atau Prabu Panji
Dewa.
Melalui seniman
jalanan (pengamen) seni Tari Topeng akhirnya masuk ke Cirebon dan kemudian
mengalami perpaduan dengan kesenian setempat. Pada masa Cirebon menjadi pusat
penyebaran Agama Islam (zaman Wali Songo) , Syekh Syarif Hidayatullah yang
bergelar Syekh Sunan Gunung Jati bekerjasama dengan Syekh Sunan Kalijaga
memfungsikan Tari Topeng sebagai bagian dari upaya penyebaran Agama Islam yang
juga sebagai tontonan dilingkungan keratin disamping 6 (enam) jenis kesenian
lainnya seperti, Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan
Berokan.
Dalam
perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan
memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal
dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng
Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai
penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda
(berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba
dan Panji.
Beberapa orang
beranggapan bahwa Tari Topeng Cirebon adalah suatu seni tradisional yang
dilakukan secara turun-temurun. Namun, didalamnya ada sedikit unsur mistik,
tetapi hal ini tidak akan berdampak terhadap hidup kita, melainkan hanya
sekedar pertunjukan seni semata.
B. Jenis Tari Topeng Cirebon
Semua jenis
topeng ini akan dikenakan pada saat pementasan tari topeng Cirebonan yang
diiringi dengan gamelan. Tepeng Cirebon yang paling pokok ada lima yang disebut
juga Topeng Panca Wanda :
1. PANJI “wajahnya yang putih bersih
melambangkan kesucian bayi yang baru lahir. Tari topeng ini berkarakter halus.
Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut mereka, Panji berasal dari kata
siji (satu, atau pertama), mapan sing siji (percaya kepada Yang Satu). Gerak
tarinya senantiasa kecil dan lembut, minimalis dan lebih banyak diam. Kata
Mutinah (dalang topeng asal Gegesik, Cirebon), menarikan topeng Panji itu kaya
wong urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan tersebut adalah untuk
menjelaskan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak, seperti orang
yang mati tapi hidup, hidup tapi mati. Koreografinya lebih banyak diam, dan
inilah sebagai salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang disukai oleh
penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa lagu yang
terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu pokoknya
disebut Kembang Sungsang yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede, oet-oetan,
dan pamindo deder.Kecuali di Losari, para dalang topeng Cirebon pada umumnya
tidak mengaitkan tariannya dengan tokoh Panji seperti dalam cerita Panji.
Artinya, nama tari tersebut bukan sebagai gambaran tokoh Panji. Kata Panji
hanya dipinjam untuk menyatakan salah satu karakter tari yang halus, yang
secara kebetulan karakternya sama tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari, dan
sepanjang yang diketahui saat ini, topeng di daerah ini adalah satu-satunya
gaya yang tidak menampilkan kedok Panji sebagai tari yang ditampilkan pada
bagian pertama (babakan). Gaya ini tidak sebagaimana lazimnya tari topeng di
daerah lain. Kedok Panji justru ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya
benar-benar memerankan tokoh Panji.”
2. Samba (Pamindo), topeng anak-anak yang
berwajah ceria, lucu, dan lincah. Kata Pamindo, di kalangan seniman topeng
Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya kedua. Kata pindo, umumnya sangat
berkaitan dengan urutan penyajian topeng Cirebon itu sendiri, yang artinya juga
sama dengan penyajian tari bagian (babak) kedua. Akan tetapi, khusus untuk
topeng gaya Losari, tarian tersebut justru ditarikan pada bagian pertama dan
digambarkan sebagai tokoh Panji Sutrawinangun. Dalam gaya topeng Losari memang
tidak dikenal adanya tari topeng Panji secara khusus, karena topeng Panji
ditarikan dalam topeng lakonan.
Karakter tari
topeng tersebut adalah genit atau ganjen (bhs. Jw. Cirebon), sama dengan
karakter tokoh Samba dalam cerita wayang Purwa. Oleh sebab itu, tari ini juga
sering disebut dengan topeng Samba. Gerakannya gesit dan menggambarkan
seseorang yang tengah beranjak dewasa, periang, dan penuh suka cita. Itulah
sebabnya, mengapa gerakan tari topeng ini seperti kesusu (terburu-buru), mirip
dengan perilaku dan kehidupan seorang anak muda.
3. Rumyang, wajahnya menggambarkan seorang
remaja. Topeng Rumyang menggambarkan seseorang yang penuh kehati-hatian, dan
terkesan seperti ragu-ragu. Ia bak seorang manusia yang perilaku dan
tindak-tanduknya penuh pertimbangan. Ini gambaran seorang manusia yang sudah
mulai mengenal kehidupan. Lagu pengingnya sesuai dengan nama tarinya, rumyang
atau kembang kapas.
Topeng Rumyang
sewanda dengan topeng Pamindo, bahkan dianggap sebagai kelanjutan dari topeng
tersebut. Sebagian daerah menampilkannya pada bagian ketiga, namun sebagain
daerah lagi menampilkannya pada bagian akhir. Perbedaan penampilan ini boleh
jadi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, jika topeng tersebut
ditampilkan pada bagian ketiga, berkaitan dengan gambaran siklus kehidupan manusia,
dan kedua berkaitan dengan pengaruh wayang kulit atau karena pertunjukan topeng
itu dilaksanakan pada malam hari. Perlu diketahui bahwa, akhir pertunjukan
wayang kulit Cirebon biasanya ditandai dengan lagu rumyang. Karena itulah,
mengapa topeng Rumyang itu diakhirkan.
4. Patih (Tumenggung), topeng ini
menggambarkan orang dewasa yang berwajah tegas, berkepribadian, serta
bertanggung jawab. Tari Topeng Patih yang merupakan tarian pembuka pertunjukan
dramatari wayang Topeng Malang memiliki hubungan erat dengan struktur
pertunjukan berkaitan dengan ruang, waktu dan isi. Untuk itu pendekatan teoritis strukturalis simbolis
menjadi strategi pilihan guna memahami makna simbol yangterdapat di dalamnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa struktur koreografi Tari Topeng Patih terdiri dari
tujuh unsur, yaitu unsur penokohan, unsur ritual, unsur komunikasi,unsur gerak tari, unsur tata rias dan busana,
unsur musik pengiring dan unsurpanggung
pertunjukan yang kesemuanya mengarahkan pada perilaku budi luhur.
5. Kelana (Rahwana), topeng yang menggambarkan
seseorang yang sedang marah. Tari topeng Klana adalah gambaran seseorang yang
bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan tidak bisa mengendalikan hawa nafsu,
namun tarinya justru paling banyak disenangi oleh penonton. Sebagian dari gerak
tarinya menggambarkan seseorang yang tengah marah, mabuk, gandrung, tertawa
terbahak-bahak, dan sebagainya. Lagu pengiringnya adalah Gonjing yang
dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Struktur tarinya seperti halnya topeng
lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) dan
bagian ngedok (tari yang memakai kedok).Beberapa dalang topeng, misalnya
Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi dua bagian. Bagian
pertama, adalah tari topeng Klana yang diiringi dengan lagu Gonjing dan sarung
Ilang. Bagian kedua, adalah Klana Udeng yang diiringi lagu Dermayonan. Tari
topeng Klana sering pula disebut topeng Rowana. Sebutan itu mengacu pada salah
satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni tokoh Rahwana. Secara
kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh Klana dalam cerita Panji. Di
Cirebon, topeng Klana dan Rowana kadang-kadang diartikan sebagai tarian yang
sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misalnya Sujana dan Keni dari Slangit;
Sutini dari Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan kedua tarian tersebut,
hanya kedoknya saja yang sama. Jika kedok Klana yang ditarikan itu memakai
kostum irah-irahan atau makuta Rahwana di bagian kepalanya dan di bagian
punggungnya memakai badong atau praba, maka itulah yang disebut topeng Rowana.
Kostumnya jauh berbeda dengan topeng Klana dan kelihatan sangat mirip dengan
kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong. Menurut Hasan Nawi, salah seorang
pengrajin topeng Cirebon dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia seperti mengenakan
topeng, misalnya saja pada saat marah seperti sudah mengganti topeng berwajah
ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa yang sikapnya
kekanak-kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya dengan topeng
anak-anak.
0 komentar on "Sejarah Tari Topeng Cirebon"
Posting Komentar